Sabtu, 31 Maret 2018

Kuliah vs Trias Politika


Ega Januardi. Nama ini disebutkan sebagai aktivis terbaik saat prosesi sakral wisuda UHAMKA Desember 2017 lalu. Sebagai mahasiswa apalagi merangkap sebagai organisatoris tentunya akan sangat bangga ketika namanya dilantunkan sebagai aktivis terbaik. Begitupun dengan kakak yang satu ini. Tempo hari, tim redaksi berhasil mewawancarai beliau nih sahabat JENIUS. Banyak sekali pengalaman yang bisa kita ambil dari kak Ega ini.
            Menurutnya, awal mula proses pengaderan di UHAMKA terlebih di FKIP ini berawal dari PEKA-MASTA atau yang sering kita kenal Masa Orientasi. Namun lebih mendalam lagi ketika mengikuti LKTD (Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar) dan menjadi pengurus HIMA (Himpunan Mahasiswa). Di HIMA, kak Ega ini menjabat sebagai ketua umum HIMA PGSD. Kak Ega berbagi cerita sedikit nih sobat, tentang suka duka menjalankan program kerja ketika ia menjadi pengurus HIMA. Waktu itu himpunannya berhasil bekerjasama dengan LEMLIT UHAMKA dalam melaksanakan lomba Karya Tulis yang berhadiahkan beasiswa. Tapi bukan hanya itu sobat JENIUS, ternyata kak Ega dan kawan-kawan juga pernah sampai akan menggadaikan motor demi program kerja yang akan dilaksanakan. Selain itu, kak Ega dan kawan-kawan juga pernah digiring oleh Dinas Sosial karena mengamen dan dianggap gelandangan. Wah, sampai begitu ya sobat.
            Setelah menyelesaikan tugasnya di tingkat program studi, kak Ega beralih ke tingkat Fakultas. Ia memilih untuk menjadi anggota dewan (wiiih), Dewan Perwakilan Mahasiswa maksudnya. Ia memilih untuk mengambil ranah legislatif. Saat itu, rekannya di HIMA memilih ranah eksekutif. “Kita kan tahu ya kalau eksekutif dan legislatif itu terlihat saling bergesekan, eksekutif dengan ambisinya, sedangkan legislatif dengan keidealannya. Tapi hal ini gak jadi hambatan saya untuk berteman. Kita harus tetap professional, bekerja professional. Kalau kita bekerja berdasarkan pertemanan, maka disitulah nepotisme terjadi. Atau segalanya diuangkan, maka korupsi akan terjadi.” Ujarnya. Patut dicontoh nih teman-teman. Singkat kata, singkat cerita. Setelah ia menyelesaikan tanggungjawabnya di tingkat Fakultas, lantas ia memilih untuk melanjutkan ke tingkat Universitas. Yap, kak Ega memilih yudikatif, ia menjadi Mahkamah Mahasiswa. Baginya, belajar tentang trias politika itu bukan hanya teori, tapi soal aksi.
            “Sulit sebenarnya membagi antara merah dan hijau. Sedangkan gak boleh lupa tugas sebagai mahasiswa.” Begitu menurutnya ketika ia bercerita bahwa ia aktif di ortom dan juga Keluarga Mahasiswa. Namun baginya, berorganisasi bukan halangan untuk berprestasi di bidang akademik. Kakak yang kini sedang sibuk mengajar dan melanjutkan S2 Magister Pendidikan di UHAMKA dengan beasiswa penuh ini menyampaikan bahwa organisasi itu sangat penting karena akan berguna dikemudian hari, apalagi didalam dunia kerja nanti. “Dipundak kanan kita ada organisasi, di pundak kiri mahasiswa sejati. Tidak boleh berat sebelah atau malah hilang. Menjadi mahasiswa itu tanggungjawab, organisasi itu adalah teman.” Tambahnya.
            Sobat JENIUS, kak Ega keren ya. Walaupun ia aktif berorganisasi, tapi akademik tidak dilupakan. Pantas saja kak Ega bisa mendapat gelar “Aktivis Terbaik”. Jadi, sekarang bukan lagi ‘Kuliah vs Trias Politika’ ya guys, tapi ‘Kuliah dan Trias Politika’. Semangat!! (KFa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar