Kamis, 11 Juni 2020

Essay terbaik peserta lktm (Latihan Kepemimpinan Tingkat Madya) FKIP KM UHAMKA



ARTIKEL 1


Nama   : Nassa Kharisma

NIM    : 1801115022

Prodi   : Pendidikan Fisika

HIMA : HIMAFI

 

PSBB Rasa Lockdown

 

Saat ini di Indonesia sedang dihadapi dengan penyebaran wabah COVID-19 sejak dua bulan terakhir. Wabah COVID-19 menjadi hal yang sangat menakutkan dan menyeramkan untuk negara kita, bahkan dunia. Penyebaran dan penularan COVID-19 ini sangatlah cepat dalam dua bulan terakhir, kurang lebih 4000 penduduk Indonesia yang dinyatakan positif COVID-19. Walaupun angka kesembuhan pasien positif COVID-19 termasuk besar. Namun, angka kematian pun tak kalah besar dengan kesembuhan dan jumlah diantara keduanya berbanding tipis. Dengan melihat besarnya angka kematian, serta cepatnya penyebaran wabah COVID-19 ini pemerintah dengan segera melakukan segala upaya guna mencegah semakin luasnya penyebaran wabah ini dengan mengumumkan adanya Social Distancing yang diikuti pemberlakuan PSBB diberbagai daerah di Indonesia.

 PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar inilah merupakan salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah guna mencegah penyebaran COVID-19 di Indonesia dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Namun, tidak menutup kemungkinan akan diperpanjang jika masih adanya penyebaran. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 Pemenkes No 9 Tahu 2020: “Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)”. PSBB ini meliputi, diliburkannya sekolah serta tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan penggunaan transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Untuk pembatasan kegiatan atau fasilitas umum dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang. Kemudian pada pembatasan kegiatan sosial dan budaya dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan perundang-undangan. Karena PSBB ini disusun dalam peraturan yang memiliki kekuatan mengikat, sehingga warga harus menaatinya atau mengikuti aturan yang telat dibuat tersebut. Bila ada warga yang tidak menaati akan diserahkan kepada masing-masing Walikota dan Bupati yang menjabat didaerah tersebut. Termasuk ojol apakah boleh membawa penumpang atau tidak, dikembalikan kepada Walikota dan Bupati.

Perbedaan antara Lockdown dan PSBB, yaitu Lockdown merupakan upaya pengendalian penyebaran infeksi dengan penutupan akses keluar dan masuk suatu wilayah. Sedangkan PSBB merupakan pembatasan kegiatan diluar rumah yang ditujukan bagi penduduk dalam suatu wilayah yang diduga telah terkena atau terinfeksi COVID-19 dengan tujuan untuk memblokir dan mencegah penyebaran virus Corona ini dalam skala yang lebih besar.

Beberapa daerah telah menetapkan atau memberlakukan PSBB di wilayahnya dengan harapan menekan angka positif COVID-19. Dengan diberlakukannya PSBB ini Pemerintah menghimbau untuk warganya agar tetap di dalam rumah dan tidak melakukan kegiatan di luar rumah bila dirasa tidak penting. Banyak transportasi umum yang dibatasi pengadaannya dan membatasi jam pelayanan, agar pengguna transportasi umum tidak berlama-lama melakukan kegiatan di luar rumah dan segera kembali ke rumah. Selama melakukan kegiatan di luar rumah seluruh warga dihimbau untuk menggunakan masker dan menjaga jarak dengan orang lain.

Diadakan dan diberlakukannya PSBB ini menjadi pro-kontra di kalangan masyarakat. Karena masyarakat merasa PSBB seperti Lockdown karena banyak larangan dan pembatasan untuk masyarakat sehingga masih banyak masyarakat yang tidak mengikuti arahan dan himbauan dari pemerintah. Banyak masyarakat yang masih melawan aturan dengan melakukan kegiatan diluar rumah seperti biasa tanpa melihat keadaan yang sangat rentan adanya penularan COVID-19. Terlebih lagi banyak tidak menggunakan masker, sehingga dapat disimpulkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya menjaga diri dari penyebaran COVID-19 ini. Dengan masih banyaknya masyarakat yang melawan aturan akan mempersulit dan membuat sia-sia upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh pemerintah.

Para pekerja yang masih diperbolehkan untuk bekerja pun merasa bahwa PSBB ini terasa seperti Lockdown karena adanya pembatasan pengadaan dan jam pelayanan berbagai tranportasi umum yang membuat sulit para pekerja untuk menuju kantor maupun kembali ke rumahnya. PSBB yang masih bersifat daerah ini juga dirasa belum efektif untuk mencegah penyebaran COVID-19 yang semakin ganas. Pelaksanaan PSBB yang harusnya dilakukan dalam skala nasional karena jumlah OTG atau Orang Tanpa Gejala di Indonesia banyak terjadi diberbagai daerah. Bila PSBB masih cakupan daerah para OTG ini mungkin masih bisa bebas berpergian diluar tanpa disadari menulari orang lain.

Sebagai warga negara yang baik kita seharusnya menaati segala aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah selama itu tidak merugikan bagi kita dan orang lain bahkan malah menguntungkan untuk kita serta berdampak membantu pemerintah dan orang lain. Tidak ada salahnya kita menaati dan mengikuti arahan serta himbauan dari pemerintah untuk maju bersama melakukan upaya pencegahan penyebaran COVID-19. Membantu agar upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan melakukan hal-hal kecil seperti mengurangi kegiatan di luar rumah Bila terpaksa maka harus menggunakan masker. Dengan melihatnya banyak masyarakat yang melawan aturan, pemerintah dapat melakukan pemeriksaan secara besar-besaran seperti yang dilakukan oleh Korea Selatan yang tidak menerapkan Lockdown, namun melakukan pemeriksaan secara besar-besaran di negaranya sehingga dapat benar-benar menekan angka positif COVID-19 di negaranya.

Setiap negara memang memiliki caranya masing-masing dalam mengatasi pandemi ini, sehingga kita tidak dapat langsung mengikuti cara negara lain. Namun cara dan sikap tanggap negara lain bisa menjadi contoh dan gambaran dalam mengatasi pandemi ini. Bukan suatu hal yang salah menjadikan solusi atau cara mengatasi yang diterapkan di negara lain sebagai batu acuan untuk menemukan solusi yang terbaik untuk negara kita sendiri. Dalam mengatasi pandemi ini sikap tanggap pemerintah sangat diperlukan guna dapat benar-benar menekan angka positif COVID-19 ini contohnya reaksi cepat pemerintah dalam mendeteksi orang yang terjangkit COVID-19 serta mengatasinya dengan cepat agar orang yang terjangkit tidak menyebarkan lagi kepada orang lain. Lambatnya upaya pemerintah bukan menjadi masalah satu-satunya dalam mengatasi pandemi ini, namun masyarakat yang tidak sadar akan pentingnya kesehatan dan acuh dengan peraturan juga menjadi masalah. Maka sangat diperlukan kerja sama diantara masyarakat dan pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran pandemi ini.



ARTIKEL 2

Pulang Nak Rumahmu Sedang Kacau

Oleh : Rayhan Hafizh Putra Wibowo

 

            Entah apakah nanti tulisan ini akan masuk kedalam kritera yang di maksud oleh panitia LKTM atau tidak, entah pula tulisan ini masuk kedalam kriteria penulisan secara umum atau tidak, mungkin secarik kertas ini akan menjadi media saya untuk sedikit mengkritik, didengar atau tidak itu urusan nanti, selagi saya merasa diri saya benar maka akan saya suarakan sekeras yang saya bisa.

            Baik, masuk kedalam pembahasan. Sampai saat ini sebenarnya saya pribadi masih bingung perihal 3 kata yang selalu di teriakan oleh Mahasiswa . “Iron Stock, Agent Of Change, and Social Control”. Ditujukan untuk siapakah 3 kata tersebut? Masyarakat? atau hanya menjadi Ceremonial bahwa kita telah menjadi Mahasiswa? ditambah lagi masih banyak Mahasiswa yang mudah termanipulasi, lalu apanya yang Agent Of Change kalau kita masih mudah di kelabui dan justru malah lari menjadi “Pelacur Intelektual”. Lalu apanya yang  Social Control kalau langkah kita turun ke jalan masih di kendalikan oleh pihak-pihak tertentu demi meraup sedikit keuntungan dari momentum yang sedang terjadi? manusia hadir dengan kebebasannya kan? atau sekarang kita masih berdiri dan membela kebebasan dari segelintir kelompok yang malah merenggut kebebasan kita. Sedikit mengutip kata kata dari Panji Pragiwaksono dalam salah satu Speech-nya, “definisi dari pahlawan menurut saya adalah orang yang mengorbankan kenyamanannya agar orang lain dapat merasakan kenyamanannya juga”. Itu yang seharusnya kita sebagai mahasiswa lakukan, mengorbankan kenyamanan kita seperti halnya turun kejalan agar orang lain dapat juga merasakan kenyamananya bukan malah mengorbankan kenyamanan Mahasiswa dan  meraup keuntungan dari nya. Tapi apa daya, realita tak akan pernah seindah khayalan.

            Lalu apa maksudnya “Pulang Nak Rumahmu Sedang Kacau”, saya sendiri melihat bahwa kampus tercinta kita memang sedang tidak baik-baik saja, mulai dari pengkotak-kotakan antara mahasiswa yang mengikuti Lembaga Keluarga Mahasiswa dan Mahasiswa yang Non Lembaga Keluarga Mahasiswa, ditambah lagi masalah Trias Politika yang ada di UHAMKA, lucu rasanya ketika kita dengan semangat yang membara membuat program kerja, turun kejalan, mengkritik masalah-masalah yang berskala besar dan seolah-olah apa yang ada di dalam UHAMKA sudah sangat sempurna, namun kembali ke realitanya dasar pergerakan kita di kampus saja masih kacau balau, sama halnya kita membuat rumah yang sangat megah, menempel dindingnya dengan lapisan emas, dan lantainya dengan batu marmer yang sangat indah, tapi kita semua lupa atau pura pura lupa untuk membuat atapnya, menurut saya ini adalah lelucon yang sangat luar biasa yang dilakukan oleh manusia yang katanya bergelar Mahasiswa. Terkadang saya bepikir apanya yang harus di tunda dalam penyempurnaan Trias Politika kita, saya juga dapat beberapa informasi bahwa dari beberapa fakultas pun sudah mengajukan calon calon Hakim yang menurut saya kalau sudah di ajukan di tingkat Fakultas tidak perlu lagi di ragukan kemampuannya. Ayolah, bung! jangan kau pergi berkelana saja, kembalilah dan benahi ini semua, Rumahmu sedang Kacau.

            Tapi, sebenarnya ada yang lebih menarik dari itu semua yang membuat saya sampai sekarang masih berpikir, apa tugasnya seorang MM ya? toh segala permasalahan di kampus tercinta ini di selesaikan melalui Tabbayyun, entah kita yang tak percaya Hakim atau apa, mungkin kalau dahulu mahasiswa dan para pemuda bangsa hanya melalukan Tabbayyun dalam proses kemerdekaan Indonesia bisa saja saat ini Indonesia masih dipimpin oleh orang-orang Dzalim. Lalu kalau memang merasa tidak relevan menagapa tidak dirubah saja dasar itu, menurut saya ada banyak sistem pemerintahan yang relevan. Contohnya negara di dalam pandangan Locke, sistem negara perlu dibangun dengan adanya pembatasan kekuasaan negara, dan pembatasan kekuasaan negara tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, cara pertama adalah dengan membentuk konstitusi atau Undang Undang Dasar yang ditentukan oleh parlemen berdasarkan prinsip mayoritas, hal ini sangat mudah dilakukan ketika kita berada di dalam ruang lingkup yang hampir semuanya memiliki pandangan pergerakan yang sama seperti halnya di UHAMKA, dengan begini konsep penyelesaian masalah dengan menggunakan metode Tabbayyun dapat dilakukan dengan dasar yag kuat. Cara kedua adalah pembagian kekuasaan dalam 3 unsur yaitu, Eksekutif, Legislatif, dan Federatif, dengan cara kedua ini sah saja jika memang MM mau di tiadakan, lalu di gantikan dengan Federatif yang nantinya Kementrian Luar Negeri akan sejajar kekuasaannya dengan lembaga Eksekekutif dan Legislatif serta pelepasan Kementrian Luar Negeri dalam jajaran kabinet Kepresidenan Mahasiswa UHAMKAatau BEM UHAMKA.

            Tulisan ini saya tujukan untuk kalian para pemangku jabatan, tolong sentuh semua elemen termasuk mahasiswa UHAMKA. Kita terlalu sibuk berlayar sampai lupa ada hal-hal yang tertinggal, saya selaku mahasiswa UHAMKA sangat berharap setelah “Pejabat-Pejabat” kita pulang dari pelayaran yang panjang mereka semua bisa kembali dengan sebuah hasil yang nyata untuk kita semua, terutama dalam lingkaran kampus UHAMKA. Tolong sampaikan kritikan saya kepada mereka yang duduk nyaman di atas bangkunya.

 

“Hanya ada 2 pilihan, menjadi Apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih menjadi Manusia Merdeka”

-Soe Hok Gie-