ARTIKEL 1
Nama : Nassa Kharisma
NIM : 1801115022
Prodi : Pendidikan Fisika
HIMA : HIMAFI
PSBB Rasa Lockdown
Saat ini di Indonesia sedang dihadapi dengan
penyebaran wabah COVID-19 sejak dua bulan terakhir. Wabah COVID-19 menjadi hal
yang sangat menakutkan dan menyeramkan untuk negara kita, bahkan dunia.
Penyebaran dan penularan COVID-19 ini sangatlah cepat dalam dua bulan terakhir,
kurang lebih 4000 penduduk Indonesia yang dinyatakan positif COVID-19. Walaupun
angka kesembuhan pasien positif COVID-19 termasuk besar. Namun, angka kematian
pun tak kalah besar dengan kesembuhan dan jumlah diantara keduanya berbanding
tipis. Dengan melihat besarnya angka kematian, serta cepatnya penyebaran wabah
COVID-19 ini pemerintah dengan segera melakukan segala upaya guna mencegah
semakin luasnya penyebaran wabah ini dengan mengumumkan adanya Social Distancing yang diikuti
pemberlakuan PSBB diberbagai daerah di Indonesia.
PSBB atau
Pembatasan Sosial Berskala Besar inilah merupakan salah satu upaya yang
dilakukan Pemerintah guna mencegah penyebaran COVID-19 di Indonesia dengan masa
inkubasi terpanjang 14 hari. Namun, tidak menutup kemungkinan akan diperpanjang
jika masih adanya penyebaran. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 Pemenkes No 9 Tahu
2020: “Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu
penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)”. PSBB ini meliputi, diliburkannya
sekolah serta tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan
ditempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan
penggunaan transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek
pertahanan dan keamanan.
Untuk pembatasan kegiatan atau fasilitas umum
dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang.
Kemudian pada pembatasan kegiatan sosial dan budaya dilaksanakan dalam bentuk
pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman
pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan perundang-undangan.
Karena PSBB ini disusun dalam peraturan yang memiliki kekuatan mengikat,
sehingga warga harus menaatinya atau mengikuti aturan yang telat dibuat
tersebut. Bila ada warga yang tidak menaati akan diserahkan kepada
masing-masing Walikota dan Bupati yang menjabat didaerah tersebut. Termasuk
ojol apakah boleh membawa penumpang atau tidak, dikembalikan kepada Walikota
dan Bupati.
Perbedaan antara Lockdown
dan PSBB, yaitu Lockdown merupakan
upaya pengendalian penyebaran infeksi dengan penutupan akses keluar dan masuk
suatu wilayah. Sedangkan PSBB merupakan pembatasan kegiatan diluar rumah yang
ditujukan bagi penduduk dalam suatu wilayah yang diduga telah terkena atau
terinfeksi COVID-19 dengan tujuan untuk memblokir dan mencegah penyebaran virus
Corona ini dalam skala yang lebih besar.
Beberapa daerah telah menetapkan atau
memberlakukan PSBB di wilayahnya dengan harapan menekan angka positif COVID-19.
Dengan diberlakukannya PSBB ini Pemerintah menghimbau untuk warganya agar tetap
di dalam rumah dan tidak melakukan kegiatan di luar rumah bila dirasa tidak
penting. Banyak transportasi umum yang dibatasi pengadaannya dan membatasi jam
pelayanan, agar pengguna transportasi umum tidak berlama-lama melakukan
kegiatan di luar rumah dan segera kembali ke rumah. Selama melakukan kegiatan
di luar rumah seluruh warga dihimbau untuk menggunakan masker dan menjaga jarak
dengan orang lain.
Diadakan
dan diberlakukannya PSBB ini menjadi pro-kontra di kalangan masyarakat. Karena
masyarakat merasa PSBB seperti Lockdown karena banyak larangan dan
pembatasan untuk masyarakat sehingga masih banyak masyarakat yang tidak
mengikuti arahan dan himbauan dari pemerintah. Banyak masyarakat yang masih
melawan aturan dengan melakukan kegiatan diluar rumah seperti biasa tanpa melihat
keadaan yang sangat rentan adanya penularan COVID-19. Terlebih lagi banyak
tidak menggunakan masker, sehingga dapat disimpulkan bahwa masih banyak masyarakat
yang belum sadar akan pentingnya menjaga diri dari penyebaran COVID-19 ini.
Dengan masih banyaknya masyarakat yang melawan aturan akan mempersulit dan
membuat sia-sia upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh pemerintah.
Para
pekerja yang masih diperbolehkan untuk bekerja pun merasa bahwa PSBB ini terasa
seperti Lockdown karena adanya pembatasan pengadaan dan jam pelayanan
berbagai tranportasi umum yang membuat sulit para pekerja untuk menuju kantor
maupun kembali ke rumahnya. PSBB yang masih bersifat daerah ini juga dirasa
belum efektif untuk mencegah penyebaran COVID-19 yang semakin ganas. Pelaksanaan
PSBB yang harusnya dilakukan dalam skala nasional karena jumlah OTG atau Orang
Tanpa Gejala di Indonesia banyak terjadi diberbagai daerah. Bila PSBB masih
cakupan daerah para OTG ini mungkin masih bisa bebas berpergian diluar tanpa
disadari menulari orang lain.
Sebagai
warga negara yang baik kita seharusnya menaati segala aturan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah selama itu tidak merugikan bagi kita dan orang lain
bahkan malah menguntungkan untuk kita serta berdampak membantu pemerintah dan
orang lain. Tidak ada salahnya kita menaati dan mengikuti arahan serta himbauan
dari pemerintah untuk maju bersama melakukan upaya pencegahan penyebaran
COVID-19. Membantu agar upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan melakukan
hal-hal kecil seperti mengurangi kegiatan di luar rumah Bila terpaksa maka
harus menggunakan masker. Dengan melihatnya banyak masyarakat yang melawan
aturan, pemerintah dapat melakukan pemeriksaan secara besar-besaran seperti
yang dilakukan oleh Korea Selatan yang tidak menerapkan Lockdown, namun
melakukan pemeriksaan secara besar-besaran di negaranya sehingga dapat
benar-benar menekan angka positif COVID-19 di negaranya.
Setiap
negara memang memiliki caranya masing-masing dalam mengatasi pandemi ini,
sehingga kita tidak dapat langsung mengikuti cara negara lain. Namun cara dan
sikap tanggap negara lain bisa menjadi contoh dan gambaran dalam mengatasi
pandemi ini. Bukan suatu hal yang salah menjadikan solusi atau cara mengatasi
yang diterapkan di negara lain sebagai batu acuan untuk menemukan solusi yang
terbaik untuk negara kita sendiri. Dalam mengatasi pandemi ini sikap tanggap
pemerintah sangat diperlukan guna dapat benar-benar menekan angka positif
COVID-19 ini contohnya reaksi cepat pemerintah dalam mendeteksi orang yang
terjangkit COVID-19 serta mengatasinya dengan cepat agar orang yang terjangkit
tidak menyebarkan lagi kepada orang lain. Lambatnya upaya pemerintah bukan
menjadi masalah satu-satunya dalam mengatasi pandemi ini, namun masyarakat yang
tidak sadar akan pentingnya kesehatan dan acuh dengan peraturan juga menjadi
masalah. Maka sangat diperlukan kerja sama diantara masyarakat dan pemerintah
dalam upaya pencegahan penyebaran pandemi ini.
ARTIKEL 2
Pulang
Nak Rumahmu Sedang Kacau
Oleh
: Rayhan Hafizh Putra Wibowo
Entah
apakah nanti tulisan ini akan masuk kedalam kritera yang di maksud oleh panitia
LKTM atau tidak, entah pula tulisan ini masuk kedalam kriteria penulisan secara
umum atau tidak, mungkin secarik kertas ini akan menjadi media saya untuk
sedikit mengkritik, didengar atau tidak itu urusan nanti, selagi saya merasa
diri saya benar maka akan saya suarakan sekeras yang saya bisa.
Baik,
masuk kedalam pembahasan. Sampai saat ini sebenarnya saya pribadi masih bingung
perihal 3 kata yang selalu di teriakan oleh Mahasiswa . “Iron Stock, Agent Of Change, and Social Control”. Ditujukan untuk
siapakah 3 kata tersebut? Masyarakat? atau hanya menjadi Ceremonial bahwa kita telah menjadi Mahasiswa? ditambah lagi masih
banyak Mahasiswa yang mudah termanipulasi, lalu apanya yang Agent Of Change kalau kita masih mudah
di kelabui dan justru malah lari menjadi “Pelacur Intelektual”. Lalu apanya
yang Social Control kalau langkah kita turun ke
jalan masih di kendalikan oleh pihak-pihak tertentu demi meraup sedikit
keuntungan dari momentum yang sedang terjadi? manusia hadir dengan kebebasannya
kan? atau sekarang kita masih berdiri dan membela kebebasan dari segelintir
kelompok yang malah merenggut kebebasan kita. Sedikit mengutip kata kata dari
Panji Pragiwaksono dalam salah satu Speech-nya,
“definisi dari pahlawan menurut saya adalah orang yang mengorbankan
kenyamanannya agar orang lain dapat merasakan kenyamanannya juga”. Itu yang
seharusnya kita sebagai mahasiswa lakukan, mengorbankan kenyamanan kita seperti
halnya turun kejalan agar orang lain dapat juga merasakan kenyamananya bukan
malah mengorbankan kenyamanan Mahasiswa dan
meraup keuntungan dari nya. Tapi apa daya, realita tak akan pernah
seindah khayalan.
Lalu
apa maksudnya “Pulang Nak Rumahmu Sedang Kacau”, saya sendiri melihat bahwa
kampus tercinta kita memang sedang tidak baik-baik saja, mulai dari
pengkotak-kotakan antara mahasiswa yang mengikuti Lembaga Keluarga Mahasiswa
dan Mahasiswa yang Non Lembaga Keluarga Mahasiswa, ditambah lagi masalah Trias Politika yang ada di UHAMKA, lucu
rasanya ketika kita dengan semangat yang membara membuat program kerja, turun
kejalan, mengkritik masalah-masalah yang berskala besar dan seolah-olah apa
yang ada di dalam UHAMKA sudah sangat sempurna, namun kembali ke realitanya
dasar pergerakan kita di kampus saja masih kacau balau, sama halnya kita
membuat rumah yang sangat megah, menempel dindingnya dengan lapisan emas, dan
lantainya dengan batu marmer yang sangat indah, tapi kita semua lupa atau pura
pura lupa untuk membuat atapnya, menurut saya ini adalah lelucon yang sangat luar
biasa yang dilakukan oleh manusia yang katanya bergelar Mahasiswa. Terkadang
saya bepikir apanya yang harus di tunda dalam penyempurnaan Trias Politika kita, saya juga dapat
beberapa informasi bahwa dari beberapa fakultas pun sudah mengajukan calon
calon Hakim yang menurut saya kalau sudah di ajukan di tingkat Fakultas tidak
perlu lagi di ragukan kemampuannya. Ayolah, bung! jangan kau pergi berkelana
saja, kembalilah dan benahi ini semua, Rumahmu sedang Kacau.
Tapi,
sebenarnya ada yang lebih menarik dari itu semua yang membuat saya sampai sekarang
masih berpikir, apa tugasnya seorang MM ya? toh segala permasalahan di kampus
tercinta ini di selesaikan melalui Tabbayyun,
entah kita yang tak percaya Hakim atau apa, mungkin kalau dahulu mahasiswa
dan para pemuda bangsa hanya melalukan Tabbayyun
dalam proses kemerdekaan Indonesia bisa saja saat ini Indonesia masih dipimpin
oleh orang-orang Dzalim. Lalu kalau
memang merasa tidak relevan menagapa tidak dirubah saja dasar itu, menurut saya
ada banyak sistem pemerintahan yang relevan. Contohnya negara di dalam
pandangan Locke, sistem negara perlu dibangun dengan adanya pembatasan kekuasaan
negara, dan pembatasan kekuasaan negara tersebut dapat dilakukan dengan dua
cara, cara pertama adalah dengan membentuk konstitusi atau Undang Undang Dasar
yang ditentukan oleh parlemen berdasarkan prinsip mayoritas, hal ini sangat
mudah dilakukan ketika kita berada di dalam ruang lingkup yang hampir semuanya
memiliki pandangan pergerakan yang sama seperti halnya di UHAMKA, dengan begini
konsep penyelesaian masalah dengan menggunakan metode Tabbayyun dapat dilakukan dengan dasar yag kuat. Cara kedua adalah
pembagian kekuasaan dalam 3 unsur yaitu, Eksekutif,
Legislatif, dan Federatif, dengan
cara kedua ini sah saja jika memang MM mau di tiadakan, lalu di gantikan dengan
Federatif yang nantinya Kementrian
Luar Negeri akan sejajar kekuasaannya dengan lembaga Eksekekutif dan Legislatif serta
pelepasan Kementrian Luar Negeri dalam jajaran kabinet Kepresidenan Mahasiswa UHAMKAatau
BEM UHAMKA.
Tulisan
ini saya tujukan untuk kalian para pemangku jabatan, tolong sentuh semua elemen
termasuk mahasiswa UHAMKA. Kita terlalu sibuk berlayar sampai lupa ada hal-hal
yang tertinggal, saya selaku mahasiswa UHAMKA sangat berharap setelah
“Pejabat-Pejabat” kita pulang dari pelayaran yang panjang mereka semua bisa
kembali dengan sebuah hasil yang nyata untuk kita semua, terutama dalam lingkaran
kampus UHAMKA. Tolong sampaikan kritikan saya kepada mereka yang duduk nyaman
di atas bangkunya.
“Hanya
ada 2 pilihan, menjadi Apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih menjadi
Manusia Merdeka”
-Soe
Hok Gie-